Senin, 29 September 2008

Rumahku, Jakartaku...

Udah baca tentang petualangan gw ke Solo kan?
Petualangan yang ngebawa ke salaman sama 2 orang menteri, hingga dapet penghargaan dari Pemerintah RI & PBB (dalam hal ini UN Habitat). Bangga deh rasanya!
untuk memperingati 1tahun penghargaan itu,gw mau ngepost esai keramat itu. Biar blog gw intelek dikit gitu...
hahaha..

Ini dia tulisan yg gw buat dengan perjuangan,realita,logika,dan pengorbanan jam tidur gw.
Cuma tulisan anak kelas 2 SMA biasa sih.. Jadi maaf" aja kalo ga sebagus yg lo kira.
So,check this out!




RUMAHKU, JAKARTAKU

Kata-kata tersebut sudah banyak dikatakan oleh orang-orang. Jakarta adalah ibukota Indonesia yang merupakan barometer kemajuan negara. Hal itulah yang mengundang kaum urban untuk mengadu nasib di kota metropolitan itu. Secara otomatis mereka menganggap Jakarta sebagai tempat singgah.

Banyaknya kaum urban yang datang ke Jakarta lama-kelamaan menimbulkan sebuah pertanyaan. Apakah sebuah kota mampu menampung jutaan penduduk yang datang dari pelosok negeri?

Memang secara fisik Jakarta mampu menampung jutaan penduduk. Namun, hal tersebut cenderung memaksakan kehendak. Keadaan itulah yang menimbulkan berbagai permasalahan kependudukan, salah satunya adalah perumahan.

Penduduk Jakarta kian hari kian bertambah. Keadaan itulah yang membuat semakin sulitnya penduduk untuk mendapatkan hunian yang layak. Karena itu, dalam jangka waktu 5 tahun saja telah terjadi banyak perubahan yang signifikan pada kota ini.

Di tahun 1995, Jakarta masih merupakan kota yang tertib. Tetapi, lihatlah keadaan di tahun 2007 ini. Kemacetan terjadi dimana-mana. Jalan-jalan menjadi sempit karena adanya rumah-rumah liar yang didirikan tanpa izin. Jika keadaan ini semakin berlanjut, dapat diprediksikan bahwa dalam 5 tahun ke depan Jakarta hanya akan dipenuhi oleh rumah-rumah liar.

Salah satu masalah yang paling fital adalah keberadaan pemukiman kumuh. Mayoritas warga Jakarta hidup di pemukiman kumuh. Pada tahun 1969 saja, 60% penduduk Jakarta tinggal di pemukiman kumuh. Di tahun 2004, persentase penduduk Jakarta yang tinggal di pemukiman kumuh menjadi 28% dari keseluruhan rumah tangga. Penghuni pemukiman kumuh diasumsikan sebagai kalangan menengah ke bawah. Sebuah kenyataan yang sangat memilukan, bahwa kehidupan di ibukota cenderung belum mancapai taraf hidup yang layak.

Upaya pemerintah yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membangun rumah susun dengan harga yang terjangkau. Tetapi, solusi tersebut belum tepat. Pasalnya, rumah susun malah menciptakan “kekumuhan bertingkat”, bukannya menertibkan pemukiman kumuh.

Banyak sekali masalah yang ditimbulkan dari pemukiman kumuh. Masalah yang paling mendasar adalah ketertiban penduduk.

Penduduk pemukiman kumuh yang cenderung tidak tertib membuat permasalahan yang berkelanjutan. Salah satunya adalah kesehatan. Kebersihan di pemukiman kumuh tidak terjaga. Sampah ada dimana-mana, bangunan rumah yang tidak terawat, dan kurangnya air bersih. Maka, tidak heran kalau penghuni pemukiman kumuh sering terjangkit wabah penyakit. Umumnya, penyakit yang menyerang warga pemukiman kumuh adalah diare, demam berdarah, TBC, dan malaria.

Selain itu, keamanan juga merupakan masalah di pemukiman kumuh. Tidak hanya kalangan menengah ke bawah yang tinggal di pemukiman kumuh. Pengangguran juga menghuni kawasan itu. Adanya penganguran yang menjurus ke arah tindak kriminal jelas sangat meresahkan warga. Tidak hanya warga pemukiman itu sendiri, tetapi juga warga pemukiman di sekitarnya. Karena penganguran pula kehidupan sosial di pemukiman kumuh terkesan negatif dan tidak berpendidikan.

Sayangnya, penghuni pemukiman kumuh tidak peka akan masalah yang menimpa mereka. Pemerintahlah yang harus turun tangan untuk mengatasi masalah tersebut. Namun, pemerintah nampaknya belum menemukan solusi yang tepat.

UU No. 4 Tahun 1992 Pasal 5 Ayat 1 tentang Perumahan dan Pemukiman berbunyi: “Setiap warganegara mempunyai hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur”.

Sebagai warga negara, tentunya kita berhak untuk memberikan solusi yang tepat untuk kota kita. Menurut saya, salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan program “PSKMB” (Perumahan Sehat Kalangan Menengah ke Bawah). Berikut ini adalah beberapa tahapan dari program tersebut yang dapat memberikan jawaban atas permasalah perumahan ibukota.

Pertama, melanjutkan program perbaikan kampung Muhammand Husni Thamrin (MHT). Proyek yang dijalankan pada tahun 1969-1999 tersebut sudah lama terhenti. Program ini merupakan salah satu program terbaik untuk mengatasi permasalahan perumahan. Daerah-daerah hasil proyek MHT telah berhasil menjadi kawasan yang sehat dan layak huni. Lebih dari 5,5 juta penduduk Jakarta merasakan manfaatnya. Kawasan hijau tersebut telah memperoleh prestasi internasional, seperti penghargaan dari Yayasan Aga Khan pada tahun 1980.

Kedua, peningkatan penertiban kota. Saat ini telah dibangun banyak rumah-rumah liar. Tanah sengketa, tanah kosong, dan bantaran kali seolah-olah sudah menjadi lahan milik pribadi. Lama-kelamaan, lahan tersebut akan berkembang menjadi pemukiman kumuh. Maka, pemerintah harus bersikap lebih tegas terhadap bangunan liar.

Ketiga, mengadakan peninjauan kebersihan rumah susun. Solusi ini adalah lanjutan dari solusi kedua. Pemerintah harus bertanggung jawab atas hunian penduduk yang telah ditertibkan. Jawaban yang tepat adalah dengan mendirikan rumah susun. Tidak asing lagi bahwa saat ini rumah susun telah berubah menjadi ”pemukiman kumuh bertingkat”. Maka, pemerintah harus mengadakan peninjauan kebersihan, agar kesehatan penduduk tetap terjaga. Peninjauan tersebut juga bersifat menertibkan.

Keempat, peningkatan keamanan di lingkungan pemukiman dan rumah susun. Solusi tersebut berguna untuk mengantisipasi tindak kriminal yang dilakukan oleh pengangguran. Keamanan yang terjamin juga mencegah terjadinya konflik antarwarga. Dengan begitu, akan tercipta lingkungan yang aman dan nyaman.

Kelima, penyediaan fasilitas air bersih. Selain karena kebersihan yang tidak terjaga, terjangkitnya wabah penyakit di pemukiman kumuh terjadi karena kurangnya air bersih. Dengan adanya air bersih, penduduk akan membiasakan diri untuk hidup sehat.

Keenam, penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai untuk kalangan menengah ke bawah. Fasilitas kesehatan juga merupakan hal yang fital. Umumnya, kalangan menengah ke bawah tidak dapat menikmati fasilitas ini karena biayanya yang tidak terjangkau. Dibutuhkan fasilitas kesehatan dengan harga yang terjangkau.

Kota dengan kepadatan penduduk yang tinggi seperti Jakarta membutuhkan perhatian khusus dalam sektor perumahan. Penataan kota juga diperlukan untuk menjadikan Jakarta sebagai kota yang asri. Teknologi yang diciptakan pun haruslah teknologi yang ramah lingkungan.

Di samping kebersihan, penghijauan di jalan-jalan dan perumahan sangat diperlukan. Pepohonan dapat mengurangi kadar polusi di kota. Penduduk pun akan hidup lebih sehat.

Namun, untuk mewujudkan Jakarta yang sehat tidak hanya membutuhkan peran aktif pemerintah. Masyarakat juga berperan penting dalam hal ini. Sebagai warga Jakarta, kita dapat ikut berpartisipasi dengan memulai dari hal-hal yang kecil. Membersihkan lingkungan, membuang sampah pada tempatnya, dan menggunakan teknologi ramah lingkungan sudah merupakan tindakan yang dapat memperbaharui kota ini.

Kota yang indah dan layak huni adalah harapan setiap orang. Dengan begitu, kota akan menjadi rumah yang paling indah bagi kita. Kehidupan yang selaras pun dapat tercipta. Andaikan seluruh perumahan di Jakarta tertata dengan baik, tentu kota ini akan menjadi kota yang lebih baik dengan kualitas SDM yang tinggi.

Lihatlah negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Di sana sama sekali tidak terdapat pemukiman kumuh. Kota-kota pun tertata rapi. Berbeda jauh dengan Jakarta yang terkesan kotor.

Marilah kita jaga kota kita! Menjadikan Jakarta sebagai tempat tinggal bukanlah dengan mendirikan bangunan liar dan menjadikannya sebagai lahan milik pribadi. Tetapi, kita harus merawat Jakarta sebagai tempat tinggal kita. Taatilah peraturan yang ada. Peraturan dibuat agar kita semakin tertib, bukan?

Jakarta. Sebuah kota metropolitan yang penuh fenomena. Ibukota negara dengan berbagai gemerlapnya. Jakarta adalah rumah kita bersama. Rumah untuk mewujudkan perubahan bangsa demi menjadi bangsa yang maju. Ayo kita memulai hidup tertib di Jakarta! Wujudkan semboyan ”Rumahku, Jakartaku.”







Di blog ini juga,gw mau ngucapin terima kasih buat:
1.Nyokap merangkap manager geblek gw, Lestari Utami,M.M.
Makasih, Ma, atas masukannya! Udah mau ngijinin anakmu yang dudul ini jadi penulis bego yg idup berantakan karena sering begadang dikejar deadline. Mungkin penghargaan ini bukan apa" buat mama. Tapi petualangan tolol"an di Solo pasti jadi salah satu pengalaman mama yg paling seru!

2.Guru Bahasa Indonesia kelas XI IPS 1, Pak Agus Solichin.
Makasih udah mau ngedit naskah saya,Pak! Tanpa masukan Bapak,naskah saya pasti nggak sebaik ini dan nggak mungkin jadi juara.


3.Teman" XI IPS 1 yg nggak bisa gw sebutin satu"

Makasih udah ngasi tau adanya Lomba Mengarang Esai itu. Tanpa kalian,mungkin gw ga akan dapetin semua itu. You're the best dah!


4.ABNONKU Jakpus 2007

Makasih udah mau saling support. Lo semua udah ngasih tau kalo selalu ada jalan untuk jadi pemenang dan semua orang pasti bisa jadi pemenang.

5.Kementerian Perumahan Rakyat, UN Habitat, & Departemen Pekerjaan Umum
Terima kasih banyak atas kesempatan yg telah diberikan kepada penulis bodoh seperti saya. Ini adalah penghargaan terhebat yang pernah saya dapatkan.

1 komentar:

MaiL mengatakan...

kok sepi pengunjung ?
jarang promosi yah ?
mendingan tukeran link aja sama orang yang punya blog juga

istilahnya blogroll