Senin, 06 Oktober 2008

Hutanku,Indonesiaku

Di dunia ini emang nggak sedikit terjadi keajaiban pada orang yg menginginkannya..
Ga terkecuali org tolol bin sarap macem gw.
Yup!
Lo smua tau gw suka nulis dgn sensasi begadang dikejar deadline yg ruarr biasaa! April lalu gw ikut lomba nulis yg diadain sama BEMJ Biologi UNJ. Gw ikut tuh lomba bareng Shinta n Maya. Harusnya lomba itu jatah anak JGC. Tapi karena ank JGC ga ada yg mau,jd jatah rejeki itu gw yg ngembat.
hahaha

well,gw pun jadi juara 1!
ajaib bener kan?
itung" hadiah sweet seventeen (walau ujung"nya jadi sh*t seventeen)!
ada anak IPS yg menang lomba esai Biologi..
mau tau esai seperti apa?



check this out!



HUTANKU, INDONESIAKU

Kata-kata tersebut memang pantas diungkapkan oleh rakyat Indonesia di setiap masa, terutama saat ini. Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya hutan. Bahkan, hutan di Indonesia disebut sebagai paru-paru dunia. Sebagai rakyat Indonesia, tentunya kita bangga akan hal itu.

Kekayaan alam berupa sumber daya hutan yang melimpah ini kemudian dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa hutan telah memberikan penghidupan yang layak bagi sebagian orang, hingga semakin banyak orang yang tertarik untuk memanfaatkan hasil hutan. Namun, hal itulah yang justru memancing keserakahan manusia.

Penggunaan hutan menjadi tidak terkontrol. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya keseimbangan pada ekosistem hutan. Jika keadaan tersebut berlanjut, maka berpotensi menimbulkan kerusakan hutan. Tidak hanya itu. Masih banyak faktor lain yang dapat menyebabkan kerusakan hutan di Indonesia. Maka, akan muncul beberapa pertanyaan sebagai berikut.

Apa saja faktor penyebab kerusakan hutan di Indonesia?

Apa akibat yang dapat ditimbulkan dari kerusakan hutan?

Upaya apa yang dapat kita lakukan untuk menanggulanginya?

Selama tahun 1985-1997, kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai 22,46 juta hektar. Artinya, mencapai rata-rata 1,6 juta hektar per tahun. Demikian dikatakan oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM), Profesor Doktor Soekotjo.

Salah satu penyebab kerusakan hutan adalah illegal logging. Illegal logging dikatakan sebagai penyebab kerusakan hutan terbesar di Indonesia. Penebangan hutan secara liar sangat merugikan berbagai aspek, mulai dari ekosistem hutan sampai industri perdagangan kayu hutan. Karena ongkos tebang yang tinggi, harga kayu pun melambung tinggi. Persaingan harga inilah yang kemudian merugikan industri kayu resmi. Maka tidak mengherankan jika dalam kurun waktu 50 tahun, hutan alam di Indonesia mengalami penurunan luas sebesar 64 juta hektar.

Sebanyak 80% kerusakan hutan di dunia disebabkan oleh tingginya perkembangan industri yang membutuhkan bahan-bahan produktif. Kebutuhan yang tinggi ini memancing terjadinya penebangan besar-besaran oleh pengusaha kayu resmi. Setiap pengusaha kayu membutuhkan bahan dalam jumlah yang besar di luar jumlah yang ditentukan. Maka, mereka melakukan penebangan secara besar-besaran.

Hal serupa juga terjadi pada pengusaha kayu ilegal yang tidak memiliki izin tebang. Mereka tidak hanya melakukan penebangan liar untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi, mereka juga menyelundupkan hasil “curian” mereka ke daerah atau negara lain. Keadaan inilah yang kemudian merusak perdagangan kayu hutan. Penebang liar tidak membutuhkan ongkos tebang yang tinggi. Keadaan ini jelas berbeda dengan industri kayu resmi yang membutuhkan biaya yang tinggi. Persaingan harga pun menyebabkan banyak pengusaha kayu resmi gulung tikar,

Selain itu, lemahnya pengawasan terhadap penebangan resmi juga merupakan faktor penting yang menyebabkan kerusakan hutan. Direktorat Kehutanan telah menentukan kriteria Tebang Pilih Indonesia (TPI) yang juga dirumuskan dalam berbagai pertamuan ahli hutan se-dunia. Namun, pada kenyataannya keadaan di lapangan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Semua itu terjadi karena lemahnya pengawasan.

Salah satu bukti lemahnya pengawasan hutan adalah munculnya tindakan suap terhadap para petugas. Tindakan ini jelas merupakan penyimpangan yang memudahkan akses bagi para penebang ilegal. Para petugas yang seharusnya mencegah illegal logging malah terlibat secara langsung di dalamnya. Namun, semua ini tidak terlepas dari peran pemerintah. Karena penerapan hukum di Indonesia belum transparan dan cenderung lemah.

Telah banyak undang-undang yang dibuat untuk menjaga keutuhan hutan Indonesia. UU No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang berisi tentang larangan berbagai kegiatan yang mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan pelestarian alam. UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan yang berisi larangan penebangan di hutan lindung. Tetapi tanpa penerapan yang tegas, semuanya sia-sia.

Faktor lain yang menyebabkan kerusakan hutan adalah kebakaran hutan. Pembukaan lahan hutan umumnya bertujuan untuk mengalihfungsikan lahan hutan sebagai lokasi pertambangan, pemukiman, dan perkebunan. Pembukaan lahan dengan membakar hutan tidak hanya mematikan ekosistem hutan. Polusi udara yang terjadi karena asap beracun dari kebakaran tersebut sangat membahayakan manusia dan makhluk hidup lainnya, bahkan beresiko mematikan. Selama bulan Januari-Oktober 2002, 45% dari keseluruhan titik kebakaran terkonsentrasi di Propinsi Riau. Kemudian Oktober 2002 terjadi kenaikan jumlah titik kebakaran yang cukup signifikan di Propinsi Riau, Sumatera Barat dan Jambi. Kebakaran hutan juga menimbulkan kerugian yang cukup besar. Tahun 1997, diperkirakan kerugiannya sebesar $3- $4,4 milyar. Laju kerusakan hutan Indonesia mencapai 2,7 juta hektar per tahun.

Dari data-data di atas, dapat disimpulkan bahwa kerusakan hutan di Indonesia telah memasuki tahap yang serius. Luas lahan hutan yang berkurang dan kerugian yang dialami oleh Indonesia bukanlah jumlah yang kecil. Kerusakan hutan seperti ini akan menimbulkan dampak yang cukup signifikan bagi rakyat Indonesia ataupun dunia. Berikut ini adalah beberapa akibat dari kerusakan hutan.

Meningkatnya kandungan CO2 di atmosfer. Kerusakan hutan tentunya akan mengurangi luas hutan dan jumlah tumbuhan. Jika jumlah tumbuhan sedikit, oksigen yang dihasilkan pun akan semakin sedikit. Lalu, oksigen yang dibutuhkan manusia dan hewan tidak seimbang dengan CO2 yang dibuang. Keadaan ini akan menaikkan suhu bumi yang kemudian berkembang menjadi pemanasan global yang berbahaya bagi makhluk hidup.

Kelestarian flora dan fauna akan terancam punah. Hutan merupakan habitat bagi satwa. Tumbuhan yang ada di dalamnya juga merupakan sumber makanan bagi satwa. Lagipula, kerusakan hutan identik dengan kerusakan tumbuhan. Jika hutan rusak, hewan akan kehilangan habitat dan sumber makanannya. Kondisi ini akan mempercepat kepunahan hewan, terutama satwa langka.

Terjadi tanah longsor. Hutan berguna sebagai pencegah tanah longsor. Karena akar tumbuhan yang ada di hutan mampu menjaga ketahanan tanah yang ada di sekitarnya. Tanpa ada hutan, ketahanan tanah akan berkurang dan berpotensi menimbulkan longsor. Ironisnya, bencana ini dapat memakan korban jiwa.

Terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Pada prinsipnya, hutan dapat berguna sebagai tempat penyimpanan air. Saat musim hujan, tumbuhan di hutan akan menyerap air ke dalam tanah agar dapat berfotosintesis. Sedangkan di musim kemarau, cadangan air yang ada di hutan dapat menjaganya dari kekeringan. Bayangkan apa yang terjadi jika tidak ada hutan! Tidak ada lahan serapan air hujan, hingga menimbulkan banjir. Tidak ada cadangan air, yang kemudian menyebabkan kekeringan. Kedua bencana tersebut sangat merugikan bagi manusia, baik dari segi ekonomi maupun kesehatan.

Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia dengan 2022 korban jiwa dan kerugian milyaran rupiah, dimana 85% dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan longsor yang diakibatkan oleh kerusakan hutan.

Akibat-akibat di atas hanyalah sebagian kecil dari dampak kerusakan hutan. Semuanya menimbulkan ancaman bagi kehidupan manusia. Apakah kita rela hidup di tengah ancaman alam?

Dengan mengetahui akibat-akibat tersebut, kita harus menanamkan pada diri masing-masing untuk melakukan perubahan. Perubahan yang mengacu pada kepedulian terhadap lingkungan. Hutan adalah bagian dari kehidupan manusia. Tanpa ada hutan, manusia tidak dapat menjalani hidupnya. Karena segala jenis kebutuhan manusia pada dasarnya berasal dari hutan.

Untuk itu, diperlukan berbagai upaya untuk menjaga kelestarian hutan. Adapun upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

Pertama, pemerintah harus menangani dengan serius mengenai masalah perizinan. Dimulai dengan tidak mengeluarkan izin-izin baru bagi pengusaha-pengusaha hutan. Dengan begitu, kebebasan pengusaha hutan dapat terbatasi. Pembatasan tersebut sangat berpengaruh terhadap keseimbangan jumlah pepohonan yang ada di hutan. Pembatasan ini juga mengatur tentang jumlah kayu yang boleh ditebang.

Kedua, mencabut PP No.2/2008. Peraturan ini memberi izin terhadap penambangan terbuka di kawasan hutan lindung. Hal ini jelas bertentangan dengan UU No.41/1999 pasal 38 ayat (2) tentang penggunaan kawasan hutan dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Jika PP tersebut tetap diberlakukan, maka akan mempercepat kerusakan hutan yang ada di Indonesia.

Ketiga, diadakan uji kelestarian hutan di seluruh Indonesia. Uji kelestarian ini dapat memberikan data dan keterangan mengenai tingkat kerusakan hutan. Selain itu, dari data yang ada kita dapat mengetahui penyebab kerusakan hutan tersebut. Maka, langkah penanggulangan yang akan diambil pun akan sesuai dengan kondisi hutan tersebut. Langkah yang tepat sasaran ini sangat efektif dan cenderung tidak sia-sia.

Misalnya, hutan A diketahui rusak karena illegal logging dengan tingkat kerusakan yang fatal, dimana keadaan ekosistemnya sudah jauh dari seimbang karena jumlah pepohonan yang sangat minim. Maka, langkah lanjutan yang dapat diambil adalah dengan melakukan kebijakan untuk menghentikan penebangan hutan. Kebijakan ini haruslah bersifat mutlak dan memaksa. Setelah penebangan dihentikan, barulah hutan direboisasi. Dengan begitu, hutan dapat kembali terjaga tanpa ada tindakan yang sia-sia.

Keempat, melakukan pengawasan intensif terhadap industri kayu. Pengawasan ini berbeda dengan pembatasan. Pengawasan dilakukan untuk mengawasi jalannya perdagangan kayu, dalam hal ini ekspor-impor. Jika terjadi “penyakit” dalam lalu lintas perdagangan kayu, pengawasan ini berfungsi untuk menyelidiki penyebabnya. Namun, bukan berarti pengawasan ini hanya terfokus pada segi ekonomi. Pengawasan ini juga mencakup segi ekologis yang mengacu pada keseimbangan hutan. Salah satu tindakannya adalah dengan menyelidiki dari mana sebuah pengusaha kayu mendapatkan bahan baku. Tindakan ini dapat mendeteksi penyelewengan dalam industri kayu, karena setiap pengusaha harus memberikan data yang konkret tentang bahan baku yang mereka gunakan.

Sebagai contoh, perusahaan A bergerak di bidang industri kayu. Maka, perusahaan A wajib memberikan data mengenai sumber bahan baku dan sistem perdagangannya. Diketahui bahwa perusahaan A memperoleh bahan baku dari hutan wilayah X dan telah bersedia memenuhi persyaratan yang berlaku. Suatu hari, perusahaan A terbukti melakukan penebangan di hutan wilayah Y. Dengan bukti tertulis yang ada di data awal, maka perusahaan A telah terbukti melanggar peraturan dengan melakukan penebangan liar di wilayah Y. Perusahaan A pun harus menjalani proses hukum.

Kelima, mempertegas hukum dan perundang-undangan yang telah berlaku mengenai kehutanan. Kebijakan ini juga mengatur penerapannya di lapangan. Seperti yang kita ketahui, fungsi pengawasan hutan di Indonesia sangat lemah. Banyak tindakan yang dapat dilakukan penebang-penebang ilegal untuk memudahkan akses kerja mereka, salah satunya dengan memanfaatkan petugas. Hal ini dapat diatasi dengan adanya pemeriksaan terhadap petugas pengawas hutan itu sendiri. Pemeriksaan ini dilakukan secara langsung oleh Departemen Kehutanan dan pihak-pihak terkait, seperti WALHI dan WWF. Petugas yang terbukti “terlibat” dalam illegal logging pun harus ditindaklanjuti dengan proses hukum yang berlaku atau tindakan PHK.

Keenam, melakukan reboisasi. Kebijakan ini berguna untuk memulihkan hutan yang sudah rusak parah akibat illegal logging dan kebakaran hutan. Dalam hal ini, masyarakat lokal patut dilibatkan. Keterlibatan masyarakat lokal berguna untuk tetap menjaga hutan yang telah direboisasi.

Ketujuh, memberlakukan sistem hutan tertutup. Sistem ini berguna untuk mempertahankan kelestarian hutan. Yang dimaksud dengan ‘tertutup’ dalam hal ini adalah tertutup dari penggunaan hutan untuk industri dan pembukaan lahan untuk pertambangan, pemukiman, dan perkebunan.

Namun, hutan tertutup ini bukan untuk dinonaktifkan. Hutan tertutup dapat difungsikan sebagai Hutan Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA), berbeda dengan hutan lindung. Selain untuk melindungi dan melestarikan tipe-tipe ekosistem tertentu dari ancaman kepunahan, hutan PPA juga berfungsi sebagai laboratorium hidup, wahana pembiakan bibit, sarana pendidikan dan penelitian, serta pelestarian sumber daya alam. Hutan PPA meliputi suaka alam, cagar alam, suaka margasatwa, dan kawasan wisata.

Dalam melakukan upayanya, pemerintah juga tidak terlepas dari peranan masyarakat. Sebagai rakyat Indonesia, kita harus memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan dan kehutanan. Banyak hal kecil yang dapat kita lakukan guna menjaga kelestarian hutan, yaitu sebagai berikut.

Pertama, menghindari perilaku konsumtif yang mengarah pada penggunaan benda-benda hasil produksi hutan. Manfaatkan perabotan yang ada di rumah seefisien mungkin. Pikirkan, berapa banyak pohon yang telah ditebang untuk membuat sebuah meja makan atau perabotan lainnya? Misalnya, untuk membuat sebuah meja makan, diperlukan sebuah pohon sebagai bahan baku. Jika di setiap rumah terdapat 2 buah meja makan, bayangkan berapa banyak pohon yang terbuang sia-sia untuk penggunaan yang tidak efisien?

Kedua, menghindari tindakan ceroboh yang berdampak pada akibat yang fatal bagi hutan. Misalnya, sebatang rokok mampu membunuh jutaan pepohonan dalam sebuah area hutan seluas puluhan hektar. Kecerobohan ini berujung pada kebakaran hutan yang dapat merusak ekosistem hutan dan membahayakan kesehatan manusia sendiri.

Ketiga, mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang kondisi kehutanan di Indonesia. Dari informasi-informasi tersebut, kita dapat membantu pemerintah dalam menjalankan pengawasan terhadap hutan. Laporkan kepada Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) terdekat ataupun lembaga non pemerintah lainnya dan kepada instansi penegak hukum, atau media massa jika menemukan peredaran kayu tanpa izin maupun kegiatan pengrusakan hutan.

Hutan adalah bagian dari hidup manusia. Bayangkan apa yang terjadi jika tidak ada hutan. Manusia tidak akan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Pakaian, tempat tinggal, makanan, dan bahkan alat-alat tulis yang kita gunakan sehari-hari merupakan hasil olahan bahan mentah yang diambil dari hutan.

Setelah mengetahui bahwa ada hal-hal kecil yang dapat dilakukan untuk memelihara kelestarian hutan, apakah kita akan tetap berpangku tangan dan tidak peduli? Atau kita ingin terus hidup di ambang kehancuran dengan membiarkan hutan kita dirusak? Jawabannya hanya satu, yaitu kesadaran untuk melakukan perubahan.

Kekayaan sumber daya hutan merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia. Kekayaan hutan kita juga dipandang oleh dunia internasional. Anugerah itulah yang patut dijaga dan disyukuri, bukan untuk dirusak atau dipergunakan dengan sewenang-wenang.

Alam telah membesarkan dan memberikan kehidupan kepada manusia. Maka, dalam diri kita harus tertanam rasa memiliki terhadap alam, terutama hutan. Hindari perilaku egois yang dapat merugikan alam mapun banyak orang. Hutanku, Indonesiaku. Prinsip ini harus ditanamkan pada generasi muda Indonesia. Sebuah prinsip yang mengandung arti kebanggaan, rasa memiliki, dan kepedulian yang tinggi terhadap hutan Indonesia yang kaya akan hasil buminya.




gimana?
ga ada Biologi"nya kan?
kenapa bisa menang?
i don't know..
ini keajaiban alam.. aku mempercayainya..

Tidak ada komentar: